
Siapa yang tak kenal dengan nama kota Jerussalem, Kota yang melahirkan
banyak orang-orang militan dalam perjuangan Islam ini ternyata punya
kisah panjang dalam sejarah. Masjidil Aqsa, kiblat pertama umat Islam
pun ada di kota mulia ini, sebelum akhirnya berpindah ke tanah suci
Makkah, menghadap Ka'bah. Dari kota ini pula Rasulullah memulai
perjalanan Isra' Mi'rajnya ke Sidratul Muntaha. Dalam sejarah keagamaan,
kota ini juga dianggap suci oleh tiga agama samawi. Bagi umat Islam
sudah jelas mengapa kota ini dianggap suci, karena masjid Aqsa
persinggahan Rasulullah ada di sana. Bagi umat Nasrani, kota ini juga
dianggap bersejarah karena berdekatan dengan kota Bethlehem tempat lahir
Nabi Isa. Sedang bagi kaum Yahudi, kota ini dipercaya sebagai tempat
berdirinya istana Nabi Sulaiman zaman dahulu kala. Haikal Sulaiman,
begitu mereka menyebutnya.
Jauh sebelum Shalahuddin Al Ayyubi lahir, kota ini makmur dalam daulat
pemerintahan Islam. Khalifah Umar bin Khattab berhasil merebut kota ini
dengan damai dan hampir tanpa pertumpahan darah. Uskup Agung Sophronius
pemegang tampuk kekuasaan Jerussalem kala itu, meminta Khalifah Umar
mengambil alih kekuasaan.
Berabad-abad lamanya Jerussalem menjadi kota dambaan. Tak ada hak yang
dilanggar, dan tak satupun kewajiban ditinggalkan tanpa mendapat sangsi.
Semua peraturan berjalan dengan adil, penduduk makmur dan sejahtera.
Semua pemeluk agama bebas melakukan ibadahnya masing-masing tanpa
khawatir diganggu atau ditindas kaum mayoritas.
Kaum Nasrani seluruh dunia bebas keluar masuk Jerussalem untuk melakukan
ibadah agama mereka di Bethlehem, begitu juga orang-orang Yahudi.
Pendeknya tak ada satu pun yang diganggu. Bahkan tak jarang orang-orang
Nasrani dari Eropa datang dengan jumlah yang besar dalam iring-iringan
panjang bersenjata lengkap bak pasukan perang.
Bak kata pepatah, dikasih hati minta jantung, diberi kebebasan mereka
kian kurang ajar. Dengan rombongan besar, kaum nasrani kerap kali
mencelakai penduduk dan orang-orang muslim yang kebetulan mereka temui
di perjalanan. Tercatat pada tahun 1064, 7000 orang yang bergabung dalam
rombongan untuk beribadah itu telah menyerang orang-orang Arab dan
Turki. Lebih jauh dari itu, para pemimpin agama mereka malah mengobarkan
semangat untuk membebaskan Jerussalem dari pemerintatah Islam pada
kemudian.
Adalah Patriach Ermite, seorang pendeta yang getol sekali menyebarkan
hasutan dan tak henti-hentinya memprovokasi orang Nasrani untuk membalas
dendam serta merebut kembali kota Jerussalem. Dengan menunggang keledai
dan memikul salib besar ia menjelajah Eropa dan mengabarkan, bahwa di
Jerussalem umat Nasrani telah dianiaya. Dengan pakaiannya yang
compang-camping ia berkhutbah dari gereja ke gereja, dari satu kota ke
kota lainnya, bahwa kubur Nabi Isa telah diinjak-injak dan umat Kristen
telah dihina oleh muslim Jerussalem.
Kontan saja, mendengar kabar bohong yang demikian, semangat juang kaum
Nasrani membela agamanya berkobar dengan segera. Tak peduli perampok,
tak peduli pencuri semua mengangkat senjata untuk membela. Dana-dana
dikumpulkan, senjata-senjata diasah tajam dan perang suci pun diumumkan.
Lebih dari itu, Paus Urbanus II mengumumkan akan memberikan ampunan
dosa bagi siapa saja yang ikut berperang. Siapa yang tak ingin ikut
berperang jika jaminannya terbebas dari dosa turunan yang selama ini
mereka emban.
15 Agustus 1095 adalah hari yang ditentukan untuk memberangkatkan
pasukan Salib ke Timur Tengah oleh Paus Urbanus II. Lagi-lagi pendeta
Patriach Ermite menghasut rakyat, "Hari yang ditentukan terlalu lama,"
katanya. Ia tak sabar untuk segera menghancurkan Islam. Akhirnya dengan
membawa 60.000 pasukan, Pendeta Ermite memimpin penyerbuan. Di tengah
jalan, kaum tani dan orang awam datang bergabung, dan hampir semua
tempat yang dilalui pasukan itu selalu menyumbangkan tenaga-tenaga
mudanya untuk berperang suci. Sehingga jumlah pasukan yang menyerbu
lebih awal sebanyak membengkak menjadi 200.000 orang.
Sepanjang perjalanan mereka membuat huru-hara, pasukan diizinkan untuk
merampok, memperkosa dan membunuh orang yang mereka temui, dimana saja.
Meski demikian sepanjang jalan pasukan salib selalu dieluk-elukan. Tapi
ketika mereka tiba di Hongaria dan Bulgari, sambutan yang mereka tak
seperti biasanya. Penduduk bersikap biasa saja, bahkan acuh pada mereka.
Hal ini ternyata membuat sebagian besar pasukan salib kecewa dan marah,
lalu menyerang penduduk Hongaria, juga Bulgaria. Tapi penduduk setempat
tak tinggal diam, mereka pun angkat senjata melakukan perlawanan,
peperanganpun tak terelakkan. Dari jumlah 200. 000 orang, hanya 70.000
saja yang tersisa untuk melanjutkan perjalannya menuju Timur Tengah,
sedang yang lainnya menemui nasib binasa.
Ekspedisi pasukan salib pertama yang dipimpin oleh sang pendeta yang tak
tahu strategi kancah laga, akhirnya tumpas tak tersisa. Hal ini kian
membuat pasukan salib yang belum berangkat kian membara dendamnya.
Pasukan salib kedua pun tercipta, dengan dipimpin oleh anak-anak Raja
Godfrey dari Perancis, mereka mengumpulkan pasukannya di Konstantinopel.
Bak banjir bandang mereka datang menyerbu wilayah-wilayah yang berada
dalam daulat pemerintahan Islam. Daerah-daerah Islam yang memang tak
memiliki pasukan perang dalam jumlah besar, hampir dengan mudah mereka
kalahkan.
Setelah bertempur sekian lama dan menghadapi pejuang-pejuang Islam yang
pantang menyerah, akhirnya pasukan salib berhasil juga merebut kota
Jerussalem dengan banjir darah. Pertengahan bulan Juli tahun 1099 kota
Jerussalem mutlak dikuasai pasukan salib yang membabi buta.
Seperti kerasukan setan mereka membunuhi siapa saja yang beragama Islam.
Tak peduli anak-anak, orang tua dan perempuan, asal Islam tak ada
ampunan. Tak hanya itu mereka juga membantai kaum Yahudi dan Nasrani
yang tak mau bergabung dengan pasukan salib. Mereka telah lupa daratan,
berperang dengan biadab.
Seorang sejarawan Perancis dalam sebuah karyanya menuliskan,
"Orang-orang Kristen pada tahun 1099 saat penaklukkan kota Jerussalem
membantai orang-orang Islam di jalan-jalan dan di rumah-rumah.
Jerussalem tak punya tempat lagi bagi orang-orang yang kalah."

Jatuhnya kota
suci Baitul Maqdis ke tangan pasukan salib seperti halilintar yang
menyambar para pemimpin Islam. Kota suci yang telah 500 tahun berada
dalam naungan Islam, kini terampas. Dengan ribuan korban menjadi tumbal.
Darah-darah yang menggenangi sudut-sudut kota, seakan tak hendak hilang
aroma anyirnya. Hari itu, Jerussalem benar-benar tumpas.
Maka berkumpullah para ulama dan khalifah seluruh jazirah Arab. Mereka
tak menyangka Jerussalem jatuh ke tangan pasukan salib. Kemudian
terkumpullah beberapa kalifah negara Islam yang bersedia menyatukan
kekuatan untuk merebut kembali Baitul Maqdis.
setelah 40 tahun pasukan salib menduduki kota suci, Baitul Maqdis,
lahirlah seorang bocah yang diberi nama Shalahuddin Al Ayyubi. Ayahnya,
seorang pahlawan kota Syria, Najmuddin Ayyub. Salahuddin yang lahir
tahun 1138 itu mempunyai seorang paman, panglima perang kerajaan Syria,
Asasuddin Syirkuh. Dari kedua orang itulah Salahuddin mendapat
gemblengan. Ayahnya dengan tegas mengajarkan agama, sedangkan pamannya
dengan keras mendidiknya dalam ilmu keprajuritan.
Pada usianya yang masih belia, Salahuddin kerap kali ikut turun ke
kancah laga menemani pamannya. Pada tahun 1154, Panglima Asasuddin dan
tentaranya berhasil merebut Damsyik yang kala itu dikuasai oleh pasukan
salib. Kala itu, Shalahuddin masih berusia 16 tahun. Tapi ia sudah
memanggul pedang dan senjata turun ke medan laga menegakkan daulat
pemerintahan Islam.
Karirnya sebagai prajurit kian hari kian mantap. Saat usianya menginjak
25 tahun, bersama pamannya ia menaklukan dinasti Fatimiyah di Mesir.
Daulat Fatimiyah yang beraliran Syi'ah itu tunduk. Nama Asasuddin
Syirkuh, paman Shalahuddin pun kian melambung sebagai pahlawan
kebanggaan.
Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai
Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa
Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan
penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah
Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
Buntut dari pengepungan Kairo yang dilakukan oleh orang-orang Kristen,
Asaduddin Syirkuh paman Salahuddin beserta enam ribu pasukan dikirim ke
Mesir dan Salahuddin al-Ayyubi juga termasuk dari pasukan tersebut.
Dengan datangnya Salahuddin, orang-orang Kristen angkat kaki dari Mesir
dan demikianlah bagaimana proses kedatangan orang-orang Ayyub di Mesir.
Asaduddin Syirkuh wafat setelah dua bulan kedatangannya di Mesir dan
Salahuddin al-Ayyubi mengambil alih posisinya sebagai panglima dan
gubernur Mesir. Konsekuensi pengalihan kekuasaan ini, membuat pengaruh
dan kekuasaan Khalifah Bani Fatimiyah semakin berkurang dan yang tersisa
hanyalah namanya saja sebagai penguasa. Hingga beberapa tahun
setelahnya, Salahuddin pada khutbah-khutbahnya menggantikan nama
Khalifah Abbasiyah sebagai ganti nama Khalifah Fatimiyah dan demikianlah
pemerintahan Bani Fatimiyah di Mesir menyerahkan kekuasaannya kepada
pemerintahan Ayyubi.
Salahuddin sangat menentang orang-orang Syiah Mesir dan dengan
menghancurkan simbol-simbol dan syiar-syiar Syiah, ia berusaha
memberangus Syiah hingga ke akar-akarnya. Ia terkadang bersikap toleran
dengan orang-orang Kristen namun bersikap tegas dan keras dalam
menghadapi orang-orang Syiah. Salahuddin berusaha keras menyebarkan
fikih Syafi'i dan menyebarluaskan mazhab Syafi'I sebagai ganti mazhab
Syiah Ismaliyyah.
Popularitas Salahuddin intinya berpulang pada kiprahnya pada pelbagai
peperangan Salib. Salahuddin banyak mencetak orang-orang hebat di
pelbagai kota dan menguatkan pondasi-pondasi pemerintahannya sehingga
orang-orang Eropa tidak mampu berbuat macam-macam. Dari sisi lain, ia
menyerang kota-kota yang diduduki oleh orang-orang Eropa dan menaklukkan
kota-kota tersebut serta menangkapi orang-orang Eropa atau mengusir
mereka dari kota-kota tersebut.
Salahuddin banyak menduduki kota-kota dalam tempo kurang dari lima
tahun. Namun puncaknya adalah penaklukan Baitul Muqaddas. Salahuddin
dengan penaklukkan Baitul Muqaddas dari tangan orang-orang Kristen mampu
mencetak dirinya sebagai orang terkenal pada dunia Islam.
Salahuddin Yusuf bin Ayyub bin Syadzi yang kemudian setelah itu terkenal
sebagai Salahuddin al-Ayyubi (orang-orang Eropa menyebutnya sebagai
Saladin), merupakan salah seorang panglima perang dan jenderal dalam
sejarah Islam. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan
menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam di hadapan agresi orang-orang
Kristen Eropa yang akan kita bahas bersama pada kesempatan ini.
Najmuddin Ayyub adalah ayah raja-raja Ayyub yang hidup di Tikrit dan
Salahuddin Ayyubi juga lahir di kota tersebut. Ia tinggal di kota ini
suku Kurdi ini dan keluarga Ayyubi adalah termasuk sebagai salah satu
kaum pada suku Kurdi. Namun karena dominasi bangsa Arab pada masa itu
sehingga mereka kurang dikenal sebagai suku Kurdi. Hal ini disebabkan
oleh karena pada masa itu bangsa-bangsa selain Arab sebagai bangsa
khusus yang memiliki kekuasaan.
Najmuddin Ayyub hidup pada masa Imaduddin Zanggi penguasa kota Balbak
(Ba'labak, Libanon Selatan). Salahuddin semenjak kecil sangat gemar
mempelajari strategi dan teknik berperang, khususnya bermain pedang dan
berperang dengan pisau. Pada akhirnya Salahuddin menguasai seni
berperang ini. Kemungkinan besar, Salahuddin telah mengenal fikih Syaf'i
semenjak masa kecilnya; mazhab fikih yang kelak ia usahakan
penyebarannya.
Salahuddin tentulah seorang Sunni fanatik dan bermazhab Syafi'i.
Tatkala berhasil merebut kekuasaan di Mesir, Salahuddin berusaha keras
untuk menyebarkan mazhab ini dan menjadikanya sebagai mazhab resmi
menggantikan mazhab Syiah yang akan kami jelaskan nantinya.
- Masuknya Salahuddin ke Mesir dan Akhir Pemerintahan Bani Fatimiyyah
 |
Mengatur Strategi Perang |
Orang-orang Kristen pada awal-awal tahun perang Salib mampu menaklukkan
banyak daerah yang didiami oleh masyarakat Muslim dan penaklukan ini
telah banyak memompa semangat mereka sehingga tertanam keinginan untuk
menaklukkan Kairo, ibu kota pemerintahan Bani Fatimiyyah.
Pasukan besar orang-orang Kristen bergerak ke arah kota Kairo dan
merebut, merampas dan membunuh orang-orang yang tinggal daerah-daerah
yang terdapat dalam lintasan perjalanan menuju Kairo di antaranya kota
besar Belbeis (Mesir). Pada akhirnya mereka sampai di Kairo dan
mengepung kota Kairo.
Al-'Adhid yang merupakan Khalifah Bani Fatimiyyah memerintah di tempat
itu meminta bantuan dari pemerintahan Bani Abbasiyah. Ia meminta kepada
pemerintahan Abbasiyah untuk mengirim bala tentara untuk berperang
dengan pasukan orang-orang Kristen. Al-'Adhid mengetahui dengan baik
bahwa tanpa bantuan, ia tidak memiliki kekuatan untuk menghadapi
orang-orang Barat. Karena itu ia memutuskan supaya Asaduddin Syirkuh
panglima besar dan paman Salahuddin untuk memimpin pasukannya menuju
Kairo.
"Asaduddin dengan enam ribu bala tentara bergerak menuju Mesir dan
sebelum bergerak, ia memenuhi segala kebutuhan bala tentaranya. Ia
memberikan dua puluh Dinar kepada setiap prajuritnya. Terdapat
sekelompok orang juga yang berkhidmat kepadanya dan Salahuddin Yusuf bin
Ayyub bersama ayahnya Ayyub saudara Syirkah ikut serta bersamanya.
Setelah bala tentara tersebut mendekat ke Kairo, Eropa menarik
pasukannya dan kembali ke kotanya. Syirkuh pada pertengahan tahun
tersebut memasuki kota Kairo. Al-'Adhid Lidinillah Khalifah Bani
Fatimiyyah memberikan penghargaan kepadanya dan ia dan bala tentaranya
ditempatkan pada satu tempat yang khusus."
Ternyata di mana-mana orang sakit hati dan iri selalu ada. Kedudukan dan
kemenangan yang diraih Asasuddin membuat seorang pembesar kerajaan
Syria, Wazir Shawar sakit hati. Ia tak rela Syirkuh menjadi besar dan
berpengaruh. Maka dengan diam-diam ia mendekati pasukan salib dan
meminta bantuan pada penguasanya kala itu, King Almeric. Dan terjadilah
pertempuran besar antara pasukan salib dengan pasukan Asasuddin.
Tapi sayang, karena pasukan salib berjumlah sangat besar, Asasuddin dan
shalahuddin pun dapat di kalahkan.
Setelah menerima syarat-syarat perdamaian dari pasukan salib, Asasuddin
dan Shalahuddin pun diusir ke Damsyik. Mendengar persekongkolan yang
terjadi, raja Syria, Emir Nuruddin Zanki marah besar pada sang Wazir.
Dengan kekuatan gabungan para khalifah Islam mengirimkan pasukan untuk
dipimpin kembali oleh Asasuddin dan Shalahuddin Hukuman untuk
pengkhiatan akan dijatuhkan.
Kali ini pasukan salib di bawah komando King Almeric berhasil
dikalahkan. Shawar yang hanya mempunyai sedikit pasukan pun bisa
ditaklukkan. Mereka terusir dari tanah Mesir tanpa muka alias
dipermalukan.
Kelak, suatu hari ketika Shalahuddin melakukan ziarah, dalam
perjalanannya ia bertemu dengan wazir pengkhianat Shawar. Tawanan dibawa
kembali untuk diadili dan dijatuhi hukuman. Setelah itu, khalifah Al
Adhid mengangkat Shalahuddin sebagai panglima perang menggantikan
pamannya, Sedangkan Asasuddin Syirkuh menduduki jabatan menjadi Wazir
Besar, Perdana Menteri.
Asaduddin setelah beberapa memasuki Kairo mampu membunuh Perdana Menteri
Khalifah, Syawar dibantu oleh para jenderalnya dan sesuai dengan
permintaan al-'Adhid sendiri. Syawar sebelumnya adalah panglima yang
berkuasa dan memerintah pada batasan tertentu di Mesir."
Dengan kematian Syawar, Asaduddin telah menjadi orang yang sangat
penting di Kairo. Praktis, dengan pengaruh ini, Al-'Adhid hanya
mengemban nama sebagai khalifah saja. Namun setelah menaklukkan Kairo,
Asaduddin tidak berumur panjang dan ia meninggal dunia dua bulan setelah
itu.
Setelah Asaduddin, orang-orang berbeda pendapat tentang siapa yang layak
menggantikannya sebagai panglima, hingga sesuai dengan permintaan
Khalifah Bani Fatimiyyah dan sebagian jenderal, mengangkat Salahuddin
Yusuf bin Ayyub sebagai penggantinya dan demikianlah pemerintahan
Salahuddin bermula di Mesir, Tak lama setelah pelantikannya dan naik
tahta, Salahuddin melakukan razia besar-besaran Ia melakukan perjalanan
militer mengamankan jalur sepanjang tepian Sungai Nil sampai daerah
utara, Assuan. Sedangkan pamannya segera melakukan pembersihan kabinet
dari aksi-aksi KKN besar-besaran.
Pada tahun 1171 terjadi peralihan pemerintahan besar-besaran, dari
daulat Fatimiyah pada daulat Abassiah. Tapi berkat kepiawaian
Shalahuddin tidak terjadi pertumpahan darah atau kericuhan besar. Semua
berjalan dengan tenang dan aman. Pada tahun itu pula Salahuddin
meresmikan Universitas Al-Azhar yang sebelumnya dijadikan tempat kajian
kaum Syi'ah menjadi pusat ilmu Ahlul Sunnah.
Pada tahun-tahun pertamanya memegang jabatan sebagai panglima,
Shalahuddin Al Ayyubi sekali lagi membuktikan kualitas kepemimpinannya.
Selain gagah perkasa di medan laga, ia adalah seorang laki-laki lembut
hati dan penyabar dalam kehidupannya sehari-hari. Ia punya kesetiaan
yang tinggi dan sangat bersahaja hidupnya. Gemerlap kekayaan dunia tak
menyilaukan pandangannya.
Dari tahun ke tahun, sebagai panglima, ia selalu berusaha menghalau
pasukan salib yang akan mencaplok wilayahnya. Selain itu ia juga selalu
berusaha menyatukan kekuasaan dan kekuatan khalifah-khalifah Islam
lainnya. Setiap kakinya melangkah ia selalu menyerukan, bahwa umat Islam
harus bersatu menghan-curkan kebathilan. Mesir yang saat itu di bawah
kekuasaanya menjadi daerah yang benar-benar makmur dan adil.
Pada tahun 1173, Sultan Nuruddin Zanki wafat, dan digantikan oleh
anaknya yang baru berusia 11 tahun. Banyak para ulama saat itu meminta
Salahuddin memangku jabatan khalifah untuk sementara. Usulan itu
dilontarkan, karena selain masih muda khalifah baru itu juga belum punya
wawasan yang cukup untuk memimpin bangsanya. Tapi Salahuddin tidak
menerimanya, ia lebih memilih untuk mendukung dan membantu khalifah muda
itu saja.
Khalifah Ismail yang masih muda, ternyata tidaklah lama memangku
jabatannya. Ia wafat dan tampuk kekuasaan beralih pada Salahuddin Al
Ayyubi. Pada masa pemerintahannya inilah islam benar-benar mengalami
masa kejayaan. Pasukan salib yang semula sangat berbangga diri, kini
mulai mengukur-ukur kekuatan untuk menghadapi Salahuddin. Mau tidak mau
pasukan salib merasa gentar juga, karena kekuatan Islam di jazirah Arab
dapat dipersatukan oleh Salahuddin. An Nubah, Sudan, Yaman, Hijaz bahkan
sampai Afrika pun telah bersatu.
- Pemerintahan Bani Fatimiyyah
Pemerintahan Bani
Fatimiyyah dapat disebut sebagai pemerintahan Alawi; sebuah
pemerintahan yang memiliki wilayah kekuasaan yang luas dan masa
pemerintahan yang panjang. Pemerintahan Bani Fatimiyyah bermula semenjak
tahun 296 H dan berakhir pada tahun 567. Khalifah Pertama Bani
Fatimiyyah bernama al-Mahdi Billah. Ia adalah Abu Muhammad Ubaidillah
bin Ahmad bin Ismail Ketiga (Tsalits) bin Ahmad bin Ismail Tsalits
(Kedua) bin Ismail A'raj bin Ja'far al-Shadiq As.
Adapun terkait nasab-nasab yang dinukil bagi penguasa Bani Fatimiyyah
yang lain terdapat perbedaan. Namun apa yang pasti dari perbedaan nasab
ini adalah bahwa mereka adalah Alawi dan Ismaili, sambungan nasabnya
hingga Ali."
Para Khalifah Bani Fatimiyyah banyak membantu penyebaran Syiah di Mesir
yang tentunya bukan tempatnya di sini untuk membahas masalah itu. Namun
demikian kita akan mencukupkan tulisan ini bahwa Bani Fatimiyyah
mengibarkan bendera Syiah dan menyatakan Syiah sebagai mazhab resmi
orang-orang Mesir.
Kejatuhan Bani Fatimiyyah disebabkan dua hal yang mereka miliki pada
akhir-akhir pemerintahannya:
Para menteri Bani Fatimiyyah memperoleh kekuasaan besar sehingga
memperlemah kekuasaan para khalifah Bani Fatimiyyah. Rapuhnya
fondasi-fondasi pemerintahan; para menteri memperoleh kekuasaan dan
mereka saling memperbutkan kekuasaan satu sama lain. Perebutan kekuasaan
internal ini telah melemahkan internal pemerintahan.
Al-'Adhid, Khalifah Terakhir Bani Fatimiyyah tidak terlalu panjang
berkuasa karena kebanyakan urusan pemerintahan berada di tangan para
menteri. Salah satu menteri yang paling berpengaruh dan paling berkuasa
adalah Syawar yang kemudian terbunuh di tangan Asaduddin Syirkuh.
Setelah kematian Syawar, Asaduddin mengambil alih urusan pemerintahan
Mesir. Asaduddin yang bermazhab Sunni dan merupakan salah seorang mitra
koalisi Khalifah Baghdad, mengambil alih urusan pemerintahan yang
merupakan penyebar Syiah. Pemerintahan Bani Fatimiyyah memandang dirinya
sebagai musuh pemerintahan Baghdad, dan pemerintah Baghdad menujukkan
pemerintahan Bani Fatimiyyah berada dalam kondisi yang sangat terjepit.
Pengurusan pemerintahan yang berada di tangan Asaduddin disertai dengan
penguasa yang lemah, telah menjadi cikal-bakal runtuhnya pemerintahan
Bani Fatimiyyah.
Setelah Asaduddin, Salahuddin naik takhta kekuasaan dan memberikan
beberapa potong tanah yang sangat berharga kepada sanak saudaranya yang
datang kepadanya. Ia mempersempit ruang gerak para pendukung Adhid dan
ia sendiri yang langsung mengatur urusan pemerintahan. Setelah beberapa
lama, Adhid jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia, pada tahun 567.
Pada masa itu, masyarakat menunjukkan sikap acuh-tak-acuh terkait dengan
seseorang yang namanya harus disampaikan pada mimbar-mimbar sebagai
khalifah, hingga hari Jum'at dan seseorang naik ke atas mimbar
menyampaikan khutbah dan menyebut nama al-Mustadhi (Khalifah Abbasiyah)
dan tiada seorang pun yang protes atas penyebutan nama itu. Di Mesir,
setelah itu dan seterusnya, khutbah yang menyebut nama Bani Abbasiyah
disampaikan dan Mesir pada saat itu lepas dari pemerintahan Bani
Fatimiyyah dan Salahuddin Yusuf bin Ayyub tanpa adanya saingan dan
penentang pemerintah di Mesir."
Demikianlah pemerintahan Bani Fatimiyyah berakhir dan Salahuddin Ayyub
menjadi penguasa tanpa penentang.
- Salahuddin al-Ayyubi dan Orang-orang syiah
Pemerintahan-pemerintahan
Sunni pada umumnya tidak memiliki hubungan baik dengan orang-orang
Syiah. Umumnya mereka berusaha melenyapkan Syiah yang hidup di
sekeliling mereka. Bahkan pada kebanyakan hal, para penguasa Sunni
berlaku baik dan hormat terhadap pemeluk agama lainnya seperti Yahudi
dan Nasrani. Bahkan mereka memberikan jabatan-jabatan kepada mereka.
Namun mereka tidak berlaku seperti ini terhadap Syiah. Mereka akan
memerangi Syiah dalam bentuk yang terburuk.
Pemerintahan Dinasti Ayyubi yang puncaknya diduduki oleh Salahuddin
berdasarkan sirah ini, berusaha keras untuk memberantas ajaran Syiah di
Mesir. Usaha ini boleh jadi ditopang oleh selaksa dalil. Dan satu hal
yang pasti dari dalil tersebut adalah dalil-dalil mazhab. Salahuddin
Ayyub adalah seorang pemeluk mazhab Syafi'i yang sangat fanatik dan
tidak kuasa membendung keberadaan kaum minoritas seperti Syiah.
Salahuddin sedemikian memerangi orang-orang Syiah sehingga seolah-olah
menjadi taklif syar'i.
Di samping itu, ia juga memiliki dalil-dalil politik; karena
pemerintahan Bani Fatimiyyah adalah pemerintahan Syiah dan Salahuddin
mengambil alih pemerintahan dari mereka dan sebagai ikutannya ia
menganggap orang-orang Syiah sebagai rival yang besar kemungkinan suatu
hari orang-orang Syiah akan bangkit melawannnya. Dengan demikian
Salahuddin menyatakan perang dan perlawanan melawan Syiah.
Namun dengan dua dalil, pelbagai peperangan yang terjadi di luar Mesir,
ia berusaha untuk tidak banyak mempekerjakan prajurit di Mesir. Karena
itu, ia berusaha menjadikan perang melawan orang-orang Eropa sebagai
prioritas pekerjaannya. Pada kesempatan ini kita akan membahas secara
ringkas beberapa perlawanan dan terkadang sikap tidak ksatria Salahuddin
terkait dengan Syiah.
Berperang melawan ajaran-ajaran dan simbol-simbol mazhab Syiah:
Salahuddin mengisolir ulama Syiah dan merusak sekolah-sekolah mereka
atau merubahnya menjadi sekolah-sekolah Sunni. Ia juga memerintahkan
untuk membakar perpustakaan besar Bani Fatimiyyah. Dan yang paling
penting adalah syiar-syiar Syiah harus dihentikan. Di antara syiar
tersebut adalah Asyura. Salahudin mengumunmkan hari Asyura sebagai hari
gembira dan berpesta nasional. Tindakannya ini telah menjadi penghalang
besar pelaksanaan acara Asyura di Mesir bagi orang-orang Syiah. Demikian
juga, ungkapan "Hayya 'ala Khair al-'Amal" yang merupakan salah satu
syiar mazhab Syiah dihapus dari azan. Peristiwa ini terjadi pada tanggal
10 Dzulhijjah 565. Ia menginstruksikan supaya nama-nama para khalifah
rasyidun yang merupakan simbol Ahlisunnah disebutkan pada setiap
khutbah. Pergantian para hakim Syiah adalah salah satu tindakan
Salahuddin dalam melenyapkan Syiah. Dengan menempatkan hakim Syafi'i
sebagai ganti hakim Syi'ah berusaha supaya fikih Syiah dihapuskan dan
fikih Syafi'i dijalankan di tengah masyarakat Mesir sehingga masyarakat
akrab dengan jenis fikih ini. Pada sebagian waktu berujung pada adanya
pemberontakan-pemberontakan Syiah di beberapa daerah namun Saluhuddin
lebih memilih melakukan kegiatan-kegiatan kultural dan ideologikal,
namun ia tetap saja melakukan perlawanan militer melawan Syiah.
Menjatuhkan dan mengejar orang-orang Syiah merupakan salah satu
pekerjaan serius para menteri di bawah pemerintahan Salahuddin. Pada
masa Salahuddin, Syiah adalah sebuah tindak pidana dan orang-orang Syiah
akan ditindak secara hukum dan diseret ke hadapan pengadilan yang
hakimnya dipilih oleh Salahuddin hanya karena mereka Syiah. Mengatur
urusan ekonomi dengan melibatkan pihak pemerintah secara aktif: Pada
akhir-akhir pemerintahan Bani Fatimiyyah, kondisi ekonomi masyarakat
sangat susah dan dua ratus ribu Dinar yang harus dibayar oleh rakyat
setiap tahunnnya. Namun pada masa Salahuddin, ia memberikan kelonggaran
kepada rakyat untuk membayar sekali saja pajak mereka. Hal ini dilakukan
supaya rakyat akan senantiasa bergantung kepada pemerintahan Salahuddin
dan melupakan pemerintahan Syiah dan pemikiran Syiah. Mendirikan
sekolah-sekolah Syafi'i: Salahuddin yang berusaha menyebarkan mazhab
Syafi'i mendirikan sekolah Syafi'i di Mesir dan melalui madrasah ini
kebanyakan alim dan pendakwah Syafi'Ii akan memasuki kehidupan
masyarakat sehingga dapat membantu penyebaran mazhab Syafi'i di Mesir.
- Perang-perang Salib dan Salahuddin

Perang-perang
Salib (I, II, III, dan IV) adalah perang yang dikobarkan oleh kaum
Kristen melawan kaum Muslimin. Perang Salib ini bermula semenjak tahun
1096 M dan berlanjut hingga dua abad kemudian, Peperangan ini berkecamuk
dalam beberapa tingkatan. Peristiwa bersejarah ini dikaji secara detil
oleh para sejarawan tentang perang-perang Salib dan Salahuddin.
Pada masa-masa perang itu, Salahuddin memerintahkan orang-orang kuat di
pelbagai kota dan menguatkan fondasi-fondasi kota-kota supaya
orang-orang Eropa tidak mampu mendekati daerah itu. Dari sisi lain,
pasukan Salahuddin menyerang kota-kota di Suriah (Syam) yang jatuh di
tangan orang-orang Eropa dan menaklukkannya kemudian menangkap
orang-orang Eropa. Salahuddin dalam masa kurang dari lima tahun banyak
menguasai kota-kota, namun yang lebih penting dari semua itu adalah
penaklukkan Baitul Maqdis.
pada masa awal persiapan perang, Salahuddin menghimpun kekuatan dan
setelah melakukan beberapa perundingan, Salahuddin memutuskan untuk
merebut kembali kota suci Baitul Maqdis. Strategi awal yang diterapkan
oleh Salahuddin adalah mengajak pasukan salib untuk berdamai. Tapi dasar
pasukan salib, bak pepatah dikasih hati meminta jantung. Tawaran damai
yang diulurkan Salahuddin dianggap sebagai tanda kekalahan pasukan
Islam. mereka akan melakukan pengkhianatan perjanjian damai yang telah
disepakati.
Ternyata, Salahuddin telah mencium isyarat-isyarat pengkhiatan mereka.
Justru itulah langkah kedua yang sudah direncanakan, ketika pasukan
salib mengkhianati perjanjian, maka Salahuddin punya alasan untuk
memerangi mereka. Dan betul saja, tak menunggu waktu lama kaum salib
melakukan pelanggaran.
Dengan kekuatan penuh Salahuddin mencoba mengancam pasukan salib yang
melanggar. Tapi dengan kekuatan penuh pula pasukan salib menantang.
Peperangan terbuka tak bisa dihindari, pedang lawan pedang, darah
bercucuran.
Salahuddin Al Ayyubi turun ke medan laga dengan gagah berani menerjang
lawan. Tapi sayang pasukan Salahuddin kocar-kacir berantakan. Ia kalah,
serangan pertamanya ke Baitul Maqdis mengalami kegagalan. Bahkan
Salahuddin sendiri nyaris tertawan musuh karena kekalahan itu.
Di saat yang seperti itu, ada sebuah peristiwa yang sangat mengejutkan.
Di tengah terjadinya kancah peperangan antara pasukan salib dan tentara
Salahuddin, seorang panglima pasukan salib Count Rainald de Chatillon
dengan membawa pasukan besar menuju Makkah dan Madinah. Dengan pasukan
yang lengkap persenjataannya dan gegap gempita pasukannya ia hendak
meluluhkan dua kota suci, Makkah dan Madinah.
Tak ubahnya pasukan gajah yang dulu hendak menghancurkan Ka'bah, pasukan
Count Rainald de Catillon pun membawa niat yang sama. Tapi nasibnya
memang tak lebih dari pasukan gajah pimpinan raja Abraha, pasukan salib
pun dapat dihancurkan oleh kekuatan Islam di laut merah. Dengan
sisa-sisa pasukannya Count Rainald de Catillon kembali lagi ke
Jerussalem dengan tangan hampa.
Dalam perjalanan pulangnya ia melakukan perusakan dan pembantaian
penduduk sipil yang tak berdaya. Sisa pasukannya melampias-kan kekalahan
dengan biadab dan manusiawi. Di tengah perjalanan itu pula ia dan
pasukannya bertemu dengan rombongan kabilah. Dalam rombongan kabilah itu
kebetulan sekali terdapat salah seorang saudara perempuan Shalahuddin
Al Ayyubi.
Bak singa menemukan mangsa, tanpa pikir panjang lagi kabilah kecil itu
di hancur lumatkan pula. Ia menawan saudara perempuan Salahuddin dan
sesumbar pada orang-orang tentang kemenangan kecilnya. Dengan angkuh ia
berkata, "Apakah Muhammad, nabi mereka itu, mampu datang dan
menyelamatkan pengikutnya?
Ekspedisi penyerangan pertama Salahuddin, sebenarnya tak gagal total
seperti yang banyak dituliskan dalam sejarah. Kegagalan itu lebih
sebagai, test case, uji kekuatan. Sejauh mana power lawan. Perjanjian
damai yang dilanggar oleh pasukan salib seakan-akan memberi izin pada
Salahuddin untuk melakukan penyerangan yang kedua kali. Peristiwa
penyanderaan saudara perempuan Salahuddin adalah pemicu peperangan yang
lebih besar lagi. Salah seorang anggota kabilah yang luput dari maut
berhasil meloloskan diri. Ia melaporkan kejadian tersebut pada
Salahuddin. Demi mendengar perjanjian damai yang dibuat dikoyak-koyak
dengan biadab, amarah Salahuddin langsung memuncak.
Salahuddin segera mengirim utusan, meminta pihak pasukan salib segera
membebaskan tawanan seperti yang tertulis dalam perjanjian. Tak hanya
saudara perempuan Salahuddin yang diminta pembebasanya, semua tawanan
Jerussalem, harus segera dibebaskan. Tapi permintaan itu tak mendapat
jawaban. Pasukan salib acuh, bahkan menganggap utusan Salahuddin seperti
angin lalu.
Diperlakukan demikian, untuk menjaga wibawa, segera Salahuddin
mengumpulkan kekuatan perang. Pasukan salib pun tak tinggal diam, dengan
kekuatan yang besar pula mereka menantang. Dan, perangpun tak dapat
dihindarkan.
Gunung Hattin adalah tempat pertemuan kedua tentara raksasa tersebut.
Maka, pertempuran dahsyat Salahuddin versus pasukan salib juga disebut
dengan perang Hattin.
 |
pertempuran yang berkobar |
Berhari-hari
kedua pasukan beradu laga. Kekuatan tak tanggung-tanggung dikerahkan.
Dengan izin Allah, pasukan Salahuddin dapat meraih kemenangan. Tentara
musuh yang berjumlah lebih dari 45.000 orang hancur berantakan. Hanya
ribuan saja yang tersisa dan segera lari tunggang langgang. Sebagian
lagi berhasil tertawan.
Salah seorang yang berhasil ditawan adalah seorang bangsawan, Count
Rainald de Chatillon. Semua tawanan diangkut ke Damaskus, dengan
perlakuan manusiawi tanpa penyiksaan. Count Rainald yang sebelumnya
telah menawan saudara perempuan Salahuddin dan melecehkan Rasulullah pun
mendapat perlakuan baik pula.
"Sekarang bagaimana, apakah telah nampak olehmu, bahwa aku saja cukup
untuk mewakili Nabi Muhammad saw? Apakah aku tidak cukup menjadi
pengganti dan melakukan pembalasan pada penghinaan yang sudah kau
berikan?" Tanya Salahuddin pada Count Rainald saat ia dibawa kehadapan
mahkamah agung.
Dengan kepala tertunduk dan muka merah karena malu Count Rainald de
Catillon tak bisa berkata-kata. Salahuddin mengajak Count Rainald untuk
memeluk Islam dan melakukan taubat. Tapi ternyata ia tetap diam saja
laksana batu. Maka hukuman pun dijatuhkan, Count Rainald de Catillon
dijatuhi hukuman mati karena sudah berani menghina dan melecehkan
Rasulullah.
Setelah perang Hittin, kemenangan-kemenangan lain berturut-turut diraih
pasukan Shalahuddin Al Ayyubi.
Akhirnya, rencana yang sudah lama dinanti-nanti datang juga masanya.
Tujuan besar yang sejak awal memang jadi impian Salahuddin dan pasukan
Islam, yakni membebaskan tanah suci Baitul Maqdis datang juga
kesempatannya.
Berbekal segala kebutuhan dan perlengkapan perang, Salahuddin berangkat
menyongsong kemenangan. Kala itu kota Jerussalem dipenuhi oleh banyak
pelarian dari perang Hittin. Tak kurang jumlah 60.000 pasukan berkumpul
di dalam kota Jerussalem. Mereka siap menanti kedatangan pasukan
Salahuddin yang gagah berani.
 |
Pasukan Muslim dipimpin Salahuddin mengepung Pasukan Salib di Lembah Hittin |
Sesampainya
Salahuddin diperbatasan segera ia memerintahkan anak buahnya untuk
mengepung dari segala penjuru mata angin. Empat puluh hari empat puluh
malam Salahuddin mengepung Jerussalem dengan pasukan penuh. Dan selama
itu pula pasukan musuh hanya berani berdiam diri saja di dalam kota
pertahanan.
Setelah empat puluh hari berlalu, Salahuddin kemudian mengumumkan dan
meminta kota suci Baitul Maqdis diserahkan. Dengan mematuhi adab-adab
berperang dalam Islam, Salahuddin berjanji tidak akan berlaku kasar
apalagi melukai. Ia tidak akan berbuat sama dengan yang dilakukan
Godfrey dan orang-orangnya. Salahuddin berjanji tidak akan ada
setetespun darah menceceri tanah jika kota Jerussalem diserahkan dengan
damai pada pasukannya.
Tapi seperti yang telah diduga, pasukan salib menolak dan mencaci
tawaran Salahuddin. Bahkan mereka menyerukan komando untuk berperang
habis-habisan melawan Salahuddin. Gayungpun bersambut, kaum Kristen
menjual, pasukan Salahuddin membeli. Seruan perang pasukan Kristen
dibalas dengan janji Salahuddin yang akan menghabiskan seluruh kaum
Kristen di dalam kota yang melawan, Dan seranganpun dilancarkan.
Anak panah api dan tombak dilontarkan. Seruan-seruan perang seakan-akan
hendak meruntuhkan langit kota Jerussalem. Gegap gempita peperangan
melambung tinggi ke angkasa. Debu-debu peperangan mengepul menjulang ke
awan. Hari itu benar-benar hari pembalasan terhadap pembantaian yang
dilakukan pasukan salib 90 tahun silam.
Kaum salib bertahan di dalam benteng dengan seluruh kekuatan. Peperangan
tergelar selama empat belas hari tanpa henti. Sedikit demi sedikit
pasukan salib menyaksikan kekalahannya. Pintu-pintu benteng pelan-pelan
hancur dan roboh oleh tentara muslim. Pasukan demi pasukan Islam
berhasil masuk ke jantung pertahanan kaum salib. Suasana benar-benar
mencekam bagi orang-orang salib.
Kekalahan yang di ambang mata itu membuat beberapa pimpinan pasukan
salib menyelinap dan menemui Salahuddin. Pada Salahuddin mereka tanpa
malu meminta perlindungan dan akan menyerahkan kota dengan damai dan
tenang.
"Aku tak akan menaklukkan kota ini kecuali dengan kekerasan sebagaimana
kamu dulu melakukannya. Aku tidak akan membiarkan seorangpun di antara
kalian melainkan akan kubunuh seperti kalian telah membunuh seluruh
saudara-saudaraku seiman dulu," demikian Salahudin menjawab bujuk rayu
para bangsawan pasukan salib itu.
Delegasi perayu pertama telah gagal. Delegasi keduapun dikirim maju.
Kali ini yang datang adalah kepala pelabuhan kota Jerussalem sendiri.
Dengan kata-kata manis bak bulu perindu ia merayu Salahuddin, tapi tetap
gagal juga. Lalu mereka mengeluarkan ancaman. "Jika tuan tak hendak
berdamai dengan kami, kami akan kembali dan membunuh semua tawanan yang
ada pada kami. Setelah itu kami akan membunuh anak, cucu dan wanita kami
sendiri, kemudian kami akan membumihanguskan seluruh kota. Baru kami
akan maju lagi untuk berperang dengan Anda," kata sang kepala pelabuhan.
Ancaman itu membuat hati Salahuddin melemah. Bagaimana tidak, tawanan
kaum muslim yang ada pada mereka sebanyak 4000 orang bukan jumlah yang
kecil. Akhirnya Salahuddin mengumpulkan semua alim ulama untuk meminta
pendapatnya. Pendapat mereka tentang sumpah keras yang sudah
dikeluarkan. Fatwapun turun, Salahuddin boleh membatalkan sumpahnya yang
akan menumpas habis kaum salib dengan membayar kifarat atau denda
seperti yang sudah ditentukan.
Setelah itu berlangsunglah penyerahan kota secara aman dan damai,
Hampir-hampir tak ada pembalasan dendam. Tuntunan perang yang mulia
dalam Islam sekali lagi dibuktikan oleh Salahuddin Al Ayyubi, Penduduk
Jerussalem dibebaskan dengan syarat. Mereka harus membayar tebusan,
sepuluh dinar untuk laki-laki dan dua diar untuk anak-anak dan
perempuan. Dan untuk yang tak sanggup membayar tebusan akan tetap
dijadikan sebagai tawanan.
Semua senjata dan rumah harus mereka tinggalkan. Mereka boleh kemana
saja mereka suka dengan aman. Jaminan diberikan, bahwa mereka tak akan
mendapat gangguan dari pasukan Islam.
Kota Baitul Maqdis merupakan salah satu tempat strategis dan sangat
penting dari sudut pandang keagamaan. Baitul Maqdis adalah tempat
strategis dan ideologis, Kota ini pada perang Salib I jatuh di tangan
orang-orang Kristen dan Salahuddin mampu mengambil alih kota tersebut
dari tangan orang-orang Kristen.
 |
pembebasan kota suci Baitul Maqdis |
Hari Jum'at 27
Rajab 583 Hijriah, dengan suara takbir menggema kaum muslimin memasuki
kota suci Baitul Maqdis dengan gegap gempita. Air mata menetes membasahi
pipi Salahuddin Al Ayyubi. "Allahu Akbar," gumamnya pelan dengan nada
haru yang luar biasa.
Kayu-kayu salib dan gambar-gambar rahib diturunkan dari tembok dan
tiang-tiang pancang. Hari itu adalah hari kemenangan Islam.
Salahudin dengan menaklukkan Baitul Maqdis dan membebaskannya dari
tangan orang-orang Kristen, mampu membuat namanya terkenal dan terpatri
di seantero penjuru kota Islam, Kiprah Salahuddin khususnya dalam
peperangan Salib, menjadi sebab ia dikenal dan dihormati di kalangan
kaum Muslimin khususnya Sunni dan kebanyakan ulama dan sejarawan Sunni
menyebut namanya dengan harum.
 |
Makam Salahuddin Al-Ayyubi |
Pada bulan Shafar
tahun 589, Salahuddin Al-Ayyub panglima Mesir, Suriah, al-Jazirah dan
kota-kota lainnya, tutup usia di Damaskus. Ia menjadi penguasa di Mesir
pada tahun 564 H. Ia sakit disebabkan karena ia pergi untuk menemui
jama`ah haji. Ia pulang dan jatuh sakit. Sakitnya sangat keras. Ia
bertahan selama 8 hari dari saat ia jatuh sakit, lalu meninggal dunia,
perlu diketahui bahwa beliu meninggal tanpa meninggalkan harta,hartanya
tidak cukup untuk biaya pemakaman beliau.Subhanallah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar